Wednesday, November 6, 2013

MAKALAH MASUKNYA ISLAM DI JAWA



MAKALAH
MASUKNYA ISLAM DI JAWA
Dipresentasikan dalam Mata Kuliah
Islam dan Kebudayaan Jawa
Yang diampu oleh: M. Rikza Chamami, M. SI
Description: IAIN Wali9
 







Disusun Oleh:
                                                Imas Dwi Septianingsih        (103611004)
                                                Luluk Rohmawati                 (103611009)
                                                Tri Nofiatun                          (103611024)

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013

MASUKNYA ISLAM DI JAWA
I.                   PENDAHULUAN
Sejak zaman prasejarah penduduk kepulauan Indonesia dikenal sebagai pelayar-pelayar handal yang sanggup mengarungi lautan lepas. Sejak awal abad Masehi sudah ada rute-rute pelayaran dan perdagangan antar kepulauan Indonesia dengan daerah di daratan Asia tenggara. Wilayah barat Nusantara dan sekitar Malaka sejak masa kuno merupakan wilayah yang menjadi titik perhatian, terutama karena hasil yang dijual disana menarik para pedagang dan menjadi lintasan penting antara Cina dan India.
Masuknya Islam ke daerah-daerah di Indonesia tidak dalam waktu bersamaan. Pada abad ke-7 sampai ke-10 M. Kerajaan Sriwijaya meluaskan kekuasaannya sampai ke Malaka dan Kedah. Pada abad ke-11 Islam sudah masuk di pulau Jawa.[1] Sejak masuk di Jawa, Islam bertemu dengan nilai-nilai Hindu-Budha yang sudah mengakar kuat di masyarakat. Tentu saja nilai-nilai Hindu-Budha juga sebelumnya telah mengakomodasi religi animisme dan dinamisme sebagai nilai-nilai awal yang telah ada.[2] Lalu bagaimana Islam masuk ke Jawa, bagaimana penyebaran Islam di Jawa dan siapa saja yang berperan dalam penyebaran Islam di Jawa akan dibahas dalam pembahasan di makalah ini.

II.                PERMASALAHAN
A.    Bagaimanakah Teori-teori Masuknya Islam di Jawa?
B.     Bagaimanakah Teori-teori Penyebaran Islam di Jawa?
C.     Bagaimanakah Peran walisongo dalam penyebaran Islam di Jawa?

III.             PEMBAHASAN
A.    Teori-teori masuknya Islam di Jawa
Ada beberapa kesulitan yang ditemukan dalam rangka menulis sejarah masuknya Islam di Jawa. Kesulitan utamanya adalah kurangnya bukti-bukti otentik yang dapat dipercaya yang menunjukan tentang masuknya Islam di Jawa. Namun demikian, hal itu tidak berarti bahwa tidak dimungkinkan adanya pembuktian.
Sumber pertama berbentuk artefak melalui penelitian arkeologi dan sumber kedua adalah dari teks-teks historiografi tradisional. Telaah sumber sejarah dalam bentuk artefak mengandalkan pada apa yang telah diteliti pada arkeolog, sedangkan untuk sumber tradisional tulisan ini langsung menelaah teks-teks babad.
Masuknya islam di Jawa sampai sekarang masih menimbulkan hasil telaah yang sangat beragam. Ada yang mengatakan Islam masuk ke Jawa sebagaimana Islam datang ke Sumatra yang diyakini abad pertama Hijriyah atau abad ke-7 Masehi.[3]
Dalam bentuk artefak didapatkan bukti-bukti dalam bermacam bentuk sebagai berikut:
a.         Makam
Agama Islam di Jawa telah ada sejak zaman Majapahit dengan bukti sejarah yang paling faktual adalah ditemukannya Batu Nisan kubur Fatimah binti Maemun di Leren Gresik yang berangka tahun 475 H (1082 M). Sartono Kartodijo mengatakan mungkin ini merupakan bukti yang kongkret bagi kedatangan islam di Jawa.[4] Pada nisan makam itu tercantum prasasti berhuruf dan berbahasa Arab, yang menyatakan bahwa makam itu adalah kubur Fatimah binti Maimun bin Hibatallah yang meninggal pada tanggal 7 Rajab 475 H bertepatan dengan tanggal 1 Desember 1082 M, yang berarti masih dalam zaman Kediri
Di kampung Dapuro kota Gresik juga terdapat makam kuno, yaitu kubur Malik Ibrahim yang meninggal tanggal 12 Rabi’ul Awal bertepatan tanggal 8 April 1419.
Sementara itu, Ricklefs dalam uraiannya mengatakan bahwa serangkaian batu nisan yang sangat penting ditemukan di kuburan-kuburan di Jawa Timur, yaitu di Trowulan dan Troloyo didekat situs istana Majapahit yang bersifat Hindu-Budha. Batu-batu Jawa Timur tersebut memberi kesan bahwa beberapa orang anggota kaum elite Jawa memeluk agama Islam pada masa kerajaan Majapahit yang beragama Hindu-Budha sedang berada di puncak kejayaannya.
b.        Masjid
Sumber sejarah dalam bentuk arkeologi yang berupa bangunan masjid juga ditemukan di Jawa. Berdirinya masjid disuatu wilayah akan memberikan petunjuk adanya komunitas muslim di wilayah tersebut. Untuk menyebut masjid-masjid di Jawa yang awal memang membutuhkan penelitian tersendiri. Namun jika kita lihat dari corak arsitekturnya, masjid-masjid di Jawa pada garis besarnya beratap tumpang, berdenah persegi, berukuran relatif besar, terdiri atas ruang utama-pawestren-serambi, mempunyai ruang mihrab, tempat mengambil air wudlu, kolam didepan serambi, dan mempunyai pagar keliling. Lebih jauh G.F. Pijper menjelaskan bahwa ciri khas masjid di jawa ialah dibangun di sebelah barat alun-alun, sebuah lapangan persegi yang ditanami rumput, dan terdapat hampir di semua kota kabupaten atau kecamatan.
c.          Ragam Hias
Dengan diterimanya ajaran Islam sebagai penuntun hidup yang baru di Jawa, lahirlah beberapa ragam hias baru yaitu kaligrafi dan stiliran. Epitaph pada beberapa nisan kubur Troloyo menunjukan adanya kesalahan-kesalahan penulisan tanda vokal, dan bentuk huruf Arab yang tidak “mengalir” dengan luwes.
Selain munculnya ornamentasi dengan menggunakan huruf-huruf Arab, muncul pula ragam hias baru, yaitu stiliran/penggayaan terhadap ragam hias binatang. Dalam ragam hias baru ini binatang sebagai motif utama digayakan dengan menggunakan ragam hias tumbuhan sedemikian rupa sehingga seringkali untuk mengidentifikasikannya harus dilakukan pengamatan secara cermat.
d.        Tata kota
Dalam masa Islam, di Jawa muncul kota-kota baru di wilayah pantai dan pedalaman seperti Demak, Cirebon, Banten, Pajang, dan Kota Gede. Kota-kota itu ada yang  masih hidup terus, ada pula yang sudah mati hampir tidak berbekas lagi. Akan tetapi dari data arkeologi yang terkumpul dapat diketahui komponen utama kota-kota tersebut yaitu: kraton, alun-alun, masjid agung, pasar, pemukiman penduduk, pemakaman serta sarana pertahanan keamanan.[5]
Hingga kini belum ada kesepakatan di antara para ahli mengenai awal masuknya Islam ke Jawa. Ada sejumlah teori yang dikemukakan, diantaranya:
1.        Islam sudah masuk ke Wilayah Jawa semenjak abad ke -9 atas dasar inskripsi di Leren, Gresik yang menjelaskan adanya seseorang yang bernama Fatimah binti Maimun, yang wafat pada tahun 1082
2.        Islam sudah berada di Jawa semenjak abad ke-14 berdasarkan batu nisan yang terdapat di Trowulan. Batu nisan tersebut menunjukan angka 1368 M yang memberi indikasi bahwa pada tahun itu sudah ada orang Jawa dari kalangan kerajaan yang memeluk Islam atas perlindungan kalangan kerajaan.
3.        Islam sudah berada di Jawa pada abad ke-15 berdasarkan batu nisan dari makam Maulana Malik Ibrahim yang meninggal pada 1419 M. Beberapa pandangan menyatakan bahwa ia adalah seorang kaya berkebangsaan Persia yang bergerak di bidang perdagangan rempah-rempah.
4.        Islam masuk ke Jawa berasal dari Arab secara langsung. Pendapat ini didasarkan atas kenyataan bahwa mayoritas penduduk Indonesia berasal dari Mazhab Syafi’i, suatu mazhab yang pada waktu itu sangat dominan di wilayah Semenanjung Arabia bagian selatan.
5.        Islam masuk ke wilayah Jawa melalui jalur India. Pandangan ini antara lain dikemukakan oleh Snouck Hurgronje ketika memberikan kuliah perpisahan di Universitas Leiden. Ia mengatakan bahwa Sumatera dan Jawa mengenal Islam lewat kontak yang terjadi dengan pedagang-pedagang dari India.
6.        Masuknya islam ke Jawa melalui Kamboja. Pendapat ini didasarkan pada  adanya hubungan antara kepulauan Nusantara dengan kerajaan Campa. Pada tahun 1471 M, kerajaan tersebut mengalami kekalahan dari orang-orang Vietnam Utara sehingga keluarga kerajaan mengungsi ke wilayah Malaka.
7.        Islam masuk ke wilayah Jawa berasal dari Cina. Pandangan ini didasarkan cerita dari Jawa Timur yang berasal dari Serat Kandha yang menyatakan bahwa Raden Patah adalah anak seorang wanita Cina.
8.        Teori lain yang bersifat merangkum teori-teori tersebut menyatakan bahwa asal-usul Islam adalah dari para guru Sufi yang dalam perjalanan mereka ke wilayah Nusantara dapat melalui lautan Hindia atau melalui jalur perdagangan sutra. Dikawasan Timur Tengah, mereka menempuh perjalanan sungai ke Kanton, dan dari sinilah mereka menempuh perjalanan selanjutnya ke wilayah Campa, Malaysia, dan Sumatera[6]

B.     Teori-teori penyebaran Islam di Jawa
Penyebaran Islam di Jawa melalui saluran-saluran sebagai berikut ini:
1.        Melalui perdagangan (Arab, Persia dan India)
Melalaui jalan perdagangan ini menjadikan petinggi Majapahit, pemilik kapal, dan banyak bupati masuk islam. Namun karena faktor hubungan ekonomi dengan pedagang muslim dan perkembangan selanjutnya mereka mengambil perdagangan dan kekuasaan di tempat tinggalnya.
2.        Saluran Tasawuf
Tasawuf yang diajarkan memiliki persamaan dengan aliran pikiran penduduk pribumi yang sebelumnya menganut agama Hindu seperti yang dilakukan Sunan Bonang.
3.        Saluran Pendidikan
Ini dilakukan baik melalui pesantren maupun pondok yang diselenggarakan guru-guru agama, kyai-kyai dan ulama-ulama.
4.        Saluran politik
Di Jawa demi menambah orang yang memeluk agama Islam, banyak kerajaan Islam yang memerangi kerajaan Islam seperti yang dilakukan kerajaan Demak.
5.        Saluran kesenian
Saluran yang paling terkenal adalah pertunjukan wayang. Sebagian diambil dari Maha Barata dan Ramayana karena wayang sangat kuat pengaruhnya dalam kehidupan orang jawa. Karena di dalamnya terdapat unsur hiburan dan tuntunan, dan ini juga diperlihatkan orang Jawa meniati untuk menyediakan tempat khusus untuk pagelaran Jawa.
6.        Saluran pernikahan
Jika pedagang luar cukup lama tinggal di suatu tempat, sering terjalin hubungan perkawinan antara orang asing yang dihormati serta berguna itu, dengan puteri atau saudara perempuan setempat. Hukum perkawinan Islam memungkinkan untuk itu.[7]

C.     Peran walisongo dalam penyebaran Islam di Jawa
Walisongo adalah tokoh-tokoh penyebar Islam di Jawa abad 15-16 yang telah berhasil mengkombinasikan aspek-aspek sekuler dan spiritual dalam memperkenalkan Islam pada masyarakat. Mereka berturut-turut adalah Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Drajat, Sunan Giri, Sunan Kudus, Sunan Muria, dan Sunan Gunungjati. Para santri Jawa berpendapat bahwa Walisongo adalah pemimpin umat yang sangat saleh dan dengan pencerahan spiritual religius mereka, bumi Jawa yang tadinya tidak mengenal agama monotheis menjadi bersinar terang.[8]
Walisongo sangat berperan dalam penyebaran agama Islam di Jawa, diantaranya sebagai berikut:
1.   Syek Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik)
Masing-masing tokoh walisongo memiliki peran yang unik dalam penyebaran islam. Mulai dari Maulana Malik Ibrahim yang menempatkan diri sebagai “tabib” bagi Kerajaan Hindu Majapahit. Maulana Malik Ibrahim memiliki beberapa nama yaitu: 1. Maulana Magribi, 2. Syekh Magribi, 3. Sunan Gresik. Beliau termasuk salah satu dari walisongo yang menyiarkan agama Islam di Gresik, Jawa Timur. Sunan Gresik berasal dari daerah Magribi, Afrika Utara. Beliau datang ke indonesia pada zaman Majapahit pada 1379 M untuk syiar Islam bersama dengan Raja Cermin dan putra-putrinya.
Di kalangan walisongo, Maulana Malik Ibrahim disebut-sebut sebagai wali paling populer dan senior, alias wali pertama. Malik mulai meluncurkan dakwahnya dengan gaya menjauhi konfrontasi. Sebagian besar masyarakat setempat ketika itu menganut Hindu, “agama resmi” Kerajaan Majapahit. Sunan melakukan sesuatu yang sangat sederhana:
a.         Membuka warung
Ia menjual rupa-rupa makanan dengan harga murah. Dalam waktu singkat , warungnya ramai dikunjungi orang.
b.         Membuka praktek sebagai tabib
Tahap selanjutnya adalah membuka praktek sebagai tabib. Dengan do’a-do’a yang diambil dari Al-Qur’an, ia terbukti  mampu menyembuhkan  penyakit. Berangsur-angsur pengikutnya terus bertambah, setelah jumlah mereka makin banyak, Sunan Gresik Mendirikan Masjid
Maulana Malik Ibrahim menetap di Gresik sejak 1404 M. Di Gresik Mulana Malik Ibrahim merasa perlu membuat tempat menimba ilmu bersama. Moel belajar seperti ini yang kemudian dikenal dengan nama pesantren. Dalam mengajarkan ilmunya, Malik punya kebiasaan khas yaitu meletakan Al Qur’an atau kitab Hadits diatas bantal. Karena itu kemudian ia dijuluki sebagai “Kakek Bantal”. Syekh Maulana Malik Ibrahim seorang walisongo yang dianggap sebagai ayah dari walisongo. Beliau wafat di Gresik pada tahun 882 H atau 1419 M.[9]
2.   Raden Rahmat (Sunan Ampel)
Raden Rahmat Ali Rahmatullah adalah cucu raja cempa, ayahnya bernama Ibrahim Asmaira Kandi yang kawin dengan Puteri Raja Cempa yang bernama Dewi Candra Wulan.
        Raden Rahmat ke tanah Jawa langsung ke Majapahit karena bibinya Dewi Dwar Wati diperistri Raja Brawijaya, dan isteri yang paling disukainya. Raden Rahmat berhenti di Tuban, di tempat itu beliau berkenalan dengan dua tokoh masyarakat yaitu Ki Wiryo Sarojo dan Ki Bang Kuning, yang kemudian bersama kedua orang bersama keluarganya masuk Islam. Dengan adanya dua orang ini Raden Rahmat semakin mudah mengadakan pendekatan kepada masyarakat sekitarnya. Beliau tidak langsung melarang mereka yang masih menganut adat istiadat lama, tapi sedikit demi sedikit, tentang ajaran ketauhidan. Beliau menetap di Ampel Denta dan kemudian disebut Sunan Ampel. Selanjutnya beliau mendirikan pesantren tempat putera bangsawan dan pangeran Majapahit serta siapa saja yang mau berguru kepadanya. Dan beliau wafat pada tahun 1478 M. Dimakamkan di sebelah Masjid Ampel.
3.   Syek Maulana Ishak (Sunan Giri)
Di awal abad ke-14 kerajaan Blambangan diperintah oleh Prabu Menak Semboyo, salah seorang keturunan Prabu Hayam Wuruk dari Kerajaan Majapahit. Raja dan rakyatnya memeluk agama Hindu dan sebagian memeluk Budha.
Pada waktu itu kerajaan Blambangan sedang dilanda wabah penyakit, banyak yang meninggal. Banyak korban berjatuhan dan puteri Prabu juga terserang penyakit beberapa bulan. Banyak tabib dan dudun mengobati tapi sang puteri belum sembuh juga. Lalu Prabu Menak mengutus Patih Bajul Senggoro ke Gunung Gresik. Patih Bajul Senggoro dapat bertemu dengan syekh Maulana Ishak yang sedang bertafakur di sebuah goa. Setelah terjadi negoisasi bahwa raja dan rakyat mau diajak masuk Islam maka Syekh Maulana Ishak bersedia datang ke Blambangan. Memang beliau pandai dalam pengobatan, Puteri Dewi Sekardadu sembuh setelah diobati dan wabah penyakit lenyap dari wilayah Blambangan. Sesuai janji Sunan Giri dikawinkan dengan Puteri Dewi Sekardadu dan diberi kekuasaan sebagai adipati Blambangan. Setelah banyak sekali orang yang berobat dan belajar agama Islam. Kemudian beliau pindah ke Singapura dan wafat disana.
4.   Sunan Bonang
Nama Alinya adalah Raden Makdum Ibrahim. Beliau Putera Sunan Ampel. Sunan Bonang terkenal sebagai Ahli ilmu kalam dan tauhid.
Sekembalinya dari Persia untuk berguru ke Syeh Maulana Ishak ke tanah jawa, beliau berdakwah didaerah Tuban. Caranya berdakwah cukup unik dan bijaksana, beliau menciptakan gending dan tembang yang disukai rakyat. Dan beliau ahli membunyikan gending yang disebut bonang, sehingga rakyat tuban dapat diambil hatinya untuk masuk masjid
Beliau membunyikan bonang rakyat yang mendengar seperti terhipnotis terus melangkah kemasjid karena ingin mendengar langsung dari dekat. Dengan cara ini sedikit demi sedikit dapat merebut simpati rakyat, lalu baru menanamkan pengertian sebenarnya tentang islam.
5.   Sunan Drajad
Nama aslinya adalah Raden Qasim, beliau adalah pitera sunan ampel dari Dewi Candra wati. Beliau berdakwah di daerah Derajat, sehingga dikenal dengan Sunan Drajat. Cara menyebarkan agama Islam dilakukan dengan cara menabuh seperangkat alat gamelan,gending dan tembang macopat setelah itu baru deberi ceramahIslam. Dan beliau mendirikan pesantren untuk menyiarkan Islam. Diantara ajaran beliau yang terkenal adalah
Menehono teken marang wong wuro
Menehono mangan maring wong kang luwe
Menehono busono marang wong kang mudo
Menehono nginyup marang wong kang kudanan
Beliau wafat pada tahun 1462 M dan dimakamkan didesa Drajad kecamatan Paciran Lamongan.
6.   Sunan Kalijaga
Nama Aslinya adalah Raden Sahid, beliau Putera Raden Sahur Putera Temanggung Wilatikta Adipati Tuban.
Raden Said sebenarnya anak muda yang patuh dan kuat kepada agama dan orang tua, tapi tidak bisa menerima keadaan sekelilingnya yang terjadi banyak ketimpangan, hingga dia mencari makanan dari gudangn kadipaten dan dibagikannya kepada rakyatnya. Tapi ketahuan ayahnya hingga dihukum yaitu tanyannya dicambuk 100 kali sampai banyak darahnya dan diusir.
Beliaupun mengembara dan bertemu dengan orang berjubah putih dia adalah Sunan Bonang. Lalu Raden Sahid diangkat menjadi murid, lalu disuruhnya menunggui tongkatnya didepan kali sampai berbulan-bulan sampai seluruh tubuhnya berlumut. Maka Raden Sahid disebut dengan Sunan Kali Jaga.
Beliau dikenal sebagai seorang yang dapat bergaul dengan segala lapisan masyarakat. Beliau adalah mubalig keliling. Dengan memanfaatkan kesenian rakyat yang ada beliau dapat mengumpulkan rakyat untuk kemudian diajak mengenal Islam.Beliau adalah penabuh gamelan, dalang, menciptakan tembang yang ahli. Kesemuanya itu untuk kepentingan dakwah dan beliau tidak secara langsung menentang adat istiadat rakyat, agar mereka tidak lari dari Islam dan enggan mepelajari Islam.
Diantara tembang yang dikarang beliau adalah Sluku-sluku Bathok dan ilit-ilir:
Sluku-sluku batok
Bathoke ela-elu
Siromo menyang Solo
Leh olehe-e payung muntho
Tak Jentik loba-loba
Wong mati ora ana obah
Yen obah medeni bocah

Lir iler-lir iler
Tandure wes sumilir
Tak ijo royo royo
tak sangguh pengenten anyar
cah angon cah angon
penekno blingmbing kuwi
lunyu-lunyu penekno
kanggo mbasuh dodot iro
dodot iro dodot isro
kumintir bedahing pinggir
Dondomono clumantono
Kanggo sebo mengko sore
Mumpung padang rembulane
Mumpung jembar kalangane
Yo surak-o
Surak ho,,,ho,,re,,
7.   Sunan Kudus
Menurut salah satu sumber beliau adalah putera Raden Utsman yang bergelar Sunan Ngudang dari Jipang Panolan. Nama aslinya Raden Ja’far Shadiq.
Cara-cara berdakwah Sunan kudus adlah sebagai berikut:
a.       Strategi pendekatan kepada massa dengan jalan.
-          Membiarkan adat-istiadat lama yang sulit diubah
-          Menghindarkan konfrontasi secara langsung dalam menyiarkan agama Islam.
-          Tut Wuri Handayani
-          Nagian adat-istiadat yang tidak sesuai dengan mudah diubah langsung diubah
b.      Merangkul masyarakat Hindu seperti larangan menyembelih sapi karena dalam agama Hindu sapi adalah binatang suci dan keramat.
c.       Merangkul masyarakat Budha
Setelah Masjid, terus Sunan Kudus mendirikan padasan tempat wudhu dengan pancuran yang berjumlah d "elapan. Diats pancuran diberi arca kepala kebo Gumarang diatasnya hal ini disesuaikan dengan ajaran Budha” Jalan berkelipatan delapan atau asta sunghika marga
d.      Selamatan mitoni
Biasanya sebelum acara selamatan diadakan membaca sejarah Nabi.
8.   Sunan Muria
Beliauadlah putera dari Sunan Kali Jaga dengan Dewi Saroh. Nama aslinya Raden Umar Said, dalam berdakwah ia seperti ayahnya yaitu menggunakan cara halus, ibarat mengambil ikan tidak sampai airnya keruh. Itulah cara yang digunakan disekitar Gunung Muria dalam menyebarkan agama Islam. Sasaran dakwah beliau adalah para pedagang, nelayan dan rakyat jelata. Beliau adalah satu-satunya wali yang mempertahankan kesenian gamelan dan wayang sebgai alat dakwah dan beliau pula yang meciptakan tembang Sinom.Beliau banyak mengisi tradisi Jawa dengan nuansa Islami seperti nelung dino, mitung dino, nyatus dino dan lain sebagainya.
9.   Sunan Gunung Jati
Orang sepakat bahwa penyebar agama Islam di Jawa Barat terutama Cirebon adalah Sunan Gunung Jati yang aslinya adalah Syarif Hidayatulloh.
Di Makkah, Syarifan Mudain melahirkan anak pertamanya yaitu anak laki-laki yang kemudian diberi nama Syarif Hidayatullah.
Setelah selesai menuntut ilmu pada tahun 1470 M dia berangkat ke tanah Jawa untuk mengamalkan ilmunya. Disana beliau bersama ibunya disambut gembira oleh Pangeran Cakra Buana. Syarifan Muadain minta agar di izinkan tinggal di Pasumbang Gunung Jati dan Jalan disana mereka membangun pesantren untuk meneruskan usahanya syekh Datuk Latif gurunya pangeran Cakra Buana. Oleh karena itu Syarif Hidaytullah dipanggil Sunan Gunung Jati. Lalui ia dinikahkan dengan puteri Cakra Buana Nyi Pakung Wati kemudian ia diangkat menjadi pengeran Cakra Buana pada tahun 1479 M, dengan diangkatnya beliau sebagai pangeran dakwah Islam dilakukan melalui diplomasi dengan kerajaan lain.

IV.             KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa:
1.    Masuknya islam di Jawa sampai sekarang masih menimbulkan hasil telaah yang sangat beragam. Ada yang mengatakan Islam masuk ke Jawa sebagaimana Islam datang ke Sumatra yang diyakini abad pertama Hijriyah atau abad ke-7 Masehi.
2.    Teori-teori penyebaran Islam di Jawa
a.       Melalui perdagangan (Arab, Persia dan India)
b.      Saluran Tasawuf
c.       Saluran Pendidikan
d.      Saluran politik
e.       Saluran kesenian
f.       Saluran pernikahan
3.    Walisongo adalah tokoh-tokoh penyebar Islam di Jawa abad berhasil mengkombinasikan aspek-aspek sekuler dan spiritual dalam memperkenalkan Islam pada masyarakat.

V.                 PENUTUP
Demikianlah makalah ini kami buat, tentunya dalam makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran kami harapkan dari para pembaca, guna memotivasi kami untuk menjadi lebih baik dalam pembuatan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya.


DAFTAR PUSTAKA

 Amin, Darori dkk, Islam dan Kebudayaan Jawa, Yogyakarta: Gama Media, 2000.
Anasom dkk,  Membangun Negara Bermoral, Semarang: Pustaka Rizki Putra dan PPIBJ IAIN Walisongo, 2004.
Sutrisno, Budiono Hadi, Sejarah Walisongo Misi Pengislaman di Tanah  Jawa, Yogyakarta: Grha Pustaka, 2007.
Syukur, Fatah, sejarah Peradaban Islam, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009.
















BIODATA SINGKAT PEMAKALAH

I.                   NAMA                             :Imas Dwi Septianingsih
NIM                                  :103611004
JURUSAN/PRODI         :Tadris Fisika
TTL                                  :Banyumas,5 September 1992
PENDIDIKAN                :SD N I Cihonje
                                            SMP N I Gumelar
                                            SMA N I Ajibarang
ALAMAT                                    :Perum DEPAG, Jl. Sunan Kudus No.3
                                            Tambak Aji, Ngalian
                                          : Cihonje, 03/07 Kec. Gumelar, Kab. Banyumas
NOMOR TELEPON      :085 747 304 447
EMAIL                            :septiimas@gmail.com

II.                NAMA                             : Luluk Rohmawati
NIM                                  : 103611009
JURUSAN/PRODI         : Tadris Fisika
TTL                                  : Demak, 16 Agustus 1992
PENDIDIKAN                : MI NU SALAFIYAH KENDUREN
                                            MTS NU SALAFIYAH KENDUREN
                                            MAN LASEM REMBANG
                                            S-1 Tadris Fisika IAIN WALISONGO Semarang
ALAMAT                                    : Ponpes Al-Hikmah Tugurejo,Tugu Semarang
                                            Kenduren 04/01 kec. Wedung kab.Demak
NOMOR TELEPON      : 085726715214
EMAIL                            : lulukrohmawati92@yahoo.com

III.             NAMA                             : Tri Nofiatun
NIM                                  : 103611024
JURUSAN/PRODI         : Tadris Fisika
TTL                                  : Purbalingga, 15 Januari 1992
PENDIDIKAN                : SD N 3 ADIARSA
                                            SMP N 1 KERTANEGARA
                                            MA N PURBALINGGA
                                            S-1 Tadris Fisika IAIN WALISONGO Semarang
ALAMAT                                    : Perum BPI Blok J No.30 Kel. Purwoyoso 07/10
                                            Ngaliyan Semarang (Alamat Kos)
                                          : Adiarsa 06/04 Kec.Kertanegara, Purbalingga
NOMOR TELEPON      : 085799927347, 087837388865
EMAIL                            : Threenovhieangel@rocketmail.com


[1] Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009, hlm. 189
[2] Anasom dkk,  Membangun Negara Bermoral, Semarang: Pustaka Rizki Putra dan PPIBJ IAIN Walisongo, 2004, hlm. 13
[3] Darori Amin dkk, Islam dan Kebudayaan Jawa, Yogyakarta: Gama Media, 2000, hlm. 27-28
[4] Anasom dkk,  Membangun Negara Bermoral, hlm. 13
[5] Darori Amin dkk, Islam dan Kebudayaan Jawa,  hlm. 31-34
[6] Budiono Hadi Sutrisno, Sejarah Walisongo Misi Pengislaman di Tanah  Jawa, Yogyakarta: Grha Pustaka, 2007, hlm. 11-13
[7] Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 192-193
[8] Darori Amin dkk, Islam dan Kebudayaan Jawa,  hlm. 224-225
[9] Budiono Hadi Sutrisno, Sejarah Walisongo Misi Pengislaman di Tanah  Jawa, hlm. 10-12

followMe@threenovhie



Daftar Isi


Translate

Free Heart Bow Arrow Cursors at www.totallyfreecursors.com