MAKALAH
MASUKNYA
ISLAM DI JAWA
Dipresentasikan
dalam Mata Kuliah
Islam
dan Kebudayaan Jawa
Yang
diampu oleh: M. Rikza Chamami, M. SI
Disusun
Oleh:
Imas Dwi
Septianingsih (103611004)
Luluk Rohmawati (103611009)
Tri Nofiatun (103611024)
FAKULTAS
ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSITUT
AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013
MASUKNYA
ISLAM DI JAWA
I.
PENDAHULUAN
Sejak
zaman prasejarah penduduk kepulauan Indonesia dikenal sebagai pelayar-pelayar
handal yang sanggup mengarungi lautan lepas. Sejak awal abad Masehi sudah ada
rute-rute pelayaran dan perdagangan antar kepulauan Indonesia dengan daerah di
daratan Asia tenggara. Wilayah barat Nusantara dan sekitar Malaka sejak masa
kuno merupakan wilayah yang menjadi titik perhatian, terutama karena hasil yang
dijual disana menarik para pedagang dan menjadi lintasan penting antara Cina
dan India.
Masuknya
Islam ke daerah-daerah di Indonesia tidak dalam waktu bersamaan. Pada abad ke-7
sampai ke-10 M. Kerajaan Sriwijaya meluaskan kekuasaannya sampai ke Malaka dan
Kedah. Pada abad ke-11 Islam sudah masuk di pulau Jawa.[1]
Sejak masuk di Jawa, Islam bertemu dengan nilai-nilai Hindu-Budha yang sudah
mengakar kuat di masyarakat. Tentu saja nilai-nilai Hindu-Budha juga sebelumnya
telah mengakomodasi religi animisme dan dinamisme sebagai nilai-nilai awal yang
telah ada.[2]
Lalu bagaimana Islam masuk ke Jawa, bagaimana penyebaran Islam di Jawa dan
siapa saja yang berperan dalam penyebaran Islam di Jawa akan dibahas dalam
pembahasan di makalah ini.
II.
PERMASALAHAN
A. Bagaimanakah Teori-teori Masuknya Islam
di Jawa?
B. Bagaimanakah Teori-teori Penyebaran Islam
di Jawa?
C. Bagaimanakah Peran walisongo dalam
penyebaran Islam di Jawa?
III.
PEMBAHASAN
A. Teori-teori
masuknya Islam di Jawa
Ada
beberapa kesulitan yang ditemukan dalam rangka menulis sejarah masuknya Islam
di Jawa. Kesulitan utamanya adalah kurangnya bukti-bukti otentik yang dapat
dipercaya yang menunjukan tentang masuknya Islam di Jawa. Namun demikian, hal
itu tidak berarti bahwa tidak dimungkinkan adanya pembuktian.
Sumber
pertama berbentuk artefak melalui penelitian arkeologi dan sumber kedua adalah
dari teks-teks historiografi tradisional. Telaah sumber sejarah dalam bentuk
artefak mengandalkan pada apa yang telah diteliti pada arkeolog, sedangkan
untuk sumber tradisional tulisan ini langsung menelaah teks-teks babad.
Masuknya
islam di Jawa sampai sekarang masih menimbulkan hasil telaah yang sangat
beragam. Ada yang mengatakan Islam masuk ke Jawa sebagaimana Islam datang ke
Sumatra yang diyakini abad pertama Hijriyah atau abad ke-7 Masehi.[3]
Dalam
bentuk artefak didapatkan bukti-bukti dalam bermacam bentuk sebagai berikut:
a.
Makam
Agama
Islam di Jawa telah ada sejak zaman Majapahit dengan bukti sejarah yang paling
faktual adalah ditemukannya Batu Nisan kubur Fatimah binti Maemun di Leren
Gresik yang berangka tahun 475 H (1082 M). Sartono Kartodijo mengatakan mungkin
ini merupakan bukti yang kongkret bagi kedatangan islam di Jawa.[4] Pada
nisan makam itu tercantum prasasti berhuruf dan berbahasa Arab, yang menyatakan
bahwa makam itu adalah kubur Fatimah binti Maimun bin Hibatallah yang meninggal
pada tanggal 7 Rajab 475 H bertepatan dengan tanggal 1 Desember 1082 M, yang
berarti masih dalam zaman Kediri
Di
kampung Dapuro kota Gresik juga terdapat makam kuno, yaitu kubur Malik Ibrahim
yang meninggal tanggal 12 Rabi’ul Awal bertepatan tanggal 8 April 1419.
Sementara
itu, Ricklefs dalam uraiannya mengatakan bahwa serangkaian batu nisan yang
sangat penting ditemukan di kuburan-kuburan di Jawa Timur, yaitu di Trowulan
dan Troloyo didekat situs istana Majapahit yang bersifat Hindu-Budha. Batu-batu
Jawa Timur tersebut memberi kesan bahwa beberapa orang anggota kaum elite Jawa
memeluk agama Islam pada masa kerajaan Majapahit yang beragama Hindu-Budha
sedang berada di puncak kejayaannya.
b.
Masjid
Sumber
sejarah dalam bentuk arkeologi yang berupa bangunan masjid juga ditemukan di
Jawa. Berdirinya masjid disuatu wilayah akan memberikan petunjuk adanya
komunitas muslim di wilayah tersebut. Untuk menyebut masjid-masjid di Jawa yang
awal memang membutuhkan penelitian tersendiri. Namun jika kita lihat dari corak
arsitekturnya, masjid-masjid di Jawa pada garis besarnya beratap tumpang,
berdenah persegi, berukuran relatif besar, terdiri atas ruang
utama-pawestren-serambi, mempunyai ruang mihrab, tempat mengambil air wudlu,
kolam didepan serambi, dan mempunyai pagar keliling. Lebih jauh G.F. Pijper
menjelaskan bahwa ciri khas masjid di jawa ialah dibangun di sebelah barat
alun-alun, sebuah lapangan persegi yang ditanami rumput, dan terdapat hampir di
semua kota kabupaten atau kecamatan.
c.
Ragam Hias
Dengan
diterimanya ajaran Islam sebagai penuntun hidup yang baru di Jawa, lahirlah
beberapa ragam hias baru yaitu kaligrafi dan stiliran. Epitaph pada beberapa
nisan kubur Troloyo menunjukan adanya kesalahan-kesalahan penulisan tanda
vokal, dan bentuk huruf Arab yang tidak “mengalir” dengan luwes.
Selain
munculnya ornamentasi dengan menggunakan huruf-huruf Arab, muncul pula ragam
hias baru, yaitu stiliran/penggayaan terhadap ragam hias binatang. Dalam ragam
hias baru ini binatang sebagai motif utama digayakan dengan menggunakan ragam
hias tumbuhan sedemikian rupa sehingga seringkali untuk mengidentifikasikannya
harus dilakukan pengamatan secara cermat.
d.
Tata kota
Dalam
masa Islam, di Jawa muncul kota-kota baru di wilayah pantai dan pedalaman
seperti Demak, Cirebon, Banten, Pajang, dan Kota Gede. Kota-kota itu ada
yang masih hidup terus, ada pula yang
sudah mati hampir tidak berbekas lagi. Akan tetapi dari data arkeologi yang
terkumpul dapat diketahui komponen utama kota-kota tersebut yaitu: kraton, alun-alun,
masjid agung, pasar, pemukiman penduduk, pemakaman serta sarana pertahanan
keamanan.[5]
Hingga
kini belum ada kesepakatan di antara para ahli mengenai awal masuknya Islam ke
Jawa. Ada sejumlah teori yang dikemukakan, diantaranya:
1.
Islam sudah
masuk ke Wilayah Jawa semenjak abad ke -9 atas dasar inskripsi di Leren, Gresik
yang menjelaskan adanya seseorang yang bernama Fatimah binti Maimun, yang wafat
pada tahun 1082
2.
Islam sudah
berada di Jawa semenjak abad ke-14 berdasarkan batu nisan yang terdapat di
Trowulan. Batu nisan tersebut menunjukan angka 1368 M yang memberi indikasi
bahwa pada tahun itu sudah ada orang Jawa dari kalangan kerajaan yang memeluk
Islam atas perlindungan kalangan kerajaan.
3.
Islam sudah
berada di Jawa pada abad ke-15 berdasarkan batu nisan dari makam Maulana Malik
Ibrahim yang meninggal pada 1419 M. Beberapa pandangan menyatakan bahwa ia
adalah seorang kaya berkebangsaan Persia yang bergerak di bidang perdagangan
rempah-rempah.
4.
Islam masuk ke
Jawa berasal dari Arab secara langsung. Pendapat ini didasarkan atas kenyataan
bahwa mayoritas penduduk Indonesia berasal dari Mazhab Syafi’i, suatu mazhab
yang pada waktu itu sangat dominan di wilayah Semenanjung Arabia bagian
selatan.
5.
Islam masuk ke
wilayah Jawa melalui jalur India. Pandangan ini antara lain dikemukakan oleh
Snouck Hurgronje ketika memberikan kuliah perpisahan di Universitas Leiden. Ia
mengatakan bahwa Sumatera dan Jawa mengenal Islam lewat kontak yang terjadi
dengan pedagang-pedagang dari India.
6.
Masuknya islam
ke Jawa melalui Kamboja. Pendapat ini didasarkan pada adanya hubungan antara kepulauan Nusantara
dengan kerajaan Campa. Pada tahun 1471 M, kerajaan tersebut mengalami kekalahan
dari orang-orang Vietnam Utara sehingga keluarga kerajaan mengungsi ke wilayah
Malaka.
7.
Islam masuk ke
wilayah Jawa berasal dari Cina. Pandangan ini didasarkan cerita dari Jawa Timur
yang berasal dari Serat Kandha yang menyatakan bahwa Raden Patah adalah
anak seorang wanita Cina.
8.
Teori lain yang
bersifat merangkum teori-teori tersebut menyatakan bahwa asal-usul Islam adalah
dari para guru Sufi yang dalam perjalanan mereka ke wilayah Nusantara dapat
melalui lautan Hindia atau melalui jalur perdagangan sutra. Dikawasan Timur
Tengah, mereka menempuh perjalanan sungai ke Kanton, dan dari sinilah mereka
menempuh perjalanan selanjutnya ke wilayah Campa, Malaysia, dan Sumatera[6]
B. Teori-teori
penyebaran Islam di Jawa
Penyebaran
Islam di Jawa melalui saluran-saluran sebagai berikut ini:
1.
Melalui
perdagangan (Arab, Persia dan India)
Melalaui
jalan perdagangan ini menjadikan petinggi Majapahit, pemilik kapal, dan banyak
bupati masuk islam. Namun karena faktor hubungan ekonomi dengan pedagang muslim
dan perkembangan selanjutnya mereka mengambil perdagangan dan kekuasaan di
tempat tinggalnya.
2.
Saluran Tasawuf
Tasawuf
yang diajarkan memiliki persamaan dengan aliran pikiran penduduk pribumi yang
sebelumnya menganut agama Hindu seperti yang dilakukan Sunan Bonang.
3.
Saluran
Pendidikan
Ini
dilakukan baik melalui pesantren maupun pondok yang diselenggarakan guru-guru
agama, kyai-kyai dan ulama-ulama.
4.
Saluran politik
Di
Jawa demi menambah orang yang memeluk agama Islam, banyak kerajaan Islam yang
memerangi kerajaan Islam seperti yang dilakukan kerajaan Demak.
5.
Saluran kesenian
Saluran
yang paling terkenal adalah pertunjukan wayang. Sebagian diambil dari Maha
Barata dan Ramayana karena wayang sangat kuat pengaruhnya dalam kehidupan orang
jawa. Karena di dalamnya terdapat unsur hiburan dan tuntunan, dan ini juga
diperlihatkan orang Jawa meniati untuk menyediakan tempat khusus untuk
pagelaran Jawa.
6.
Saluran
pernikahan
Jika
pedagang luar cukup lama tinggal di suatu tempat, sering terjalin hubungan
perkawinan antara orang asing yang dihormati serta berguna itu, dengan puteri
atau saudara perempuan setempat. Hukum perkawinan Islam memungkinkan untuk itu.[7]
C. Peran
walisongo dalam penyebaran Islam di Jawa
Walisongo adalah tokoh-tokoh penyebar
Islam di Jawa abad 15-16 yang telah berhasil mengkombinasikan aspek-aspek
sekuler dan spiritual dalam memperkenalkan Islam pada masyarakat. Mereka
berturut-turut adalah Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan
Kalijaga, Sunan Drajat, Sunan Giri, Sunan Kudus, Sunan Muria, dan Sunan
Gunungjati. Para santri Jawa berpendapat bahwa Walisongo adalah pemimpin umat
yang sangat saleh dan dengan pencerahan spiritual religius mereka, bumi Jawa
yang tadinya tidak mengenal agama monotheis menjadi bersinar terang.[8]
Walisongo sangat berperan dalam
penyebaran agama Islam di Jawa, diantaranya sebagai berikut:
1. Syek
Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik)
Masing-masing
tokoh walisongo memiliki peran yang unik dalam penyebaran islam. Mulai dari
Maulana Malik Ibrahim yang menempatkan diri sebagai “tabib” bagi Kerajaan Hindu
Majapahit. Maulana Malik Ibrahim memiliki beberapa nama yaitu: 1. Maulana
Magribi, 2. Syekh Magribi, 3. Sunan Gresik. Beliau termasuk salah satu dari
walisongo yang menyiarkan agama Islam di Gresik, Jawa Timur. Sunan Gresik
berasal dari daerah Magribi, Afrika Utara. Beliau datang ke indonesia pada
zaman Majapahit pada 1379 M untuk syiar Islam bersama dengan Raja Cermin dan
putra-putrinya.
Di
kalangan walisongo, Maulana Malik Ibrahim disebut-sebut sebagai wali paling
populer dan senior, alias wali pertama. Malik mulai meluncurkan dakwahnya
dengan gaya menjauhi konfrontasi. Sebagian besar masyarakat setempat ketika itu
menganut Hindu, “agama resmi” Kerajaan Majapahit. Sunan melakukan sesuatu yang
sangat sederhana:
a.
Membuka warung
Ia menjual rupa-rupa
makanan dengan harga murah. Dalam waktu singkat , warungnya ramai dikunjungi
orang.
b.
Membuka praktek
sebagai tabib
Tahap selanjutnya
adalah membuka praktek sebagai tabib. Dengan do’a-do’a yang diambil dari
Al-Qur’an, ia terbukti mampu
menyembuhkan penyakit. Berangsur-angsur
pengikutnya terus bertambah, setelah jumlah mereka makin banyak, Sunan Gresik
Mendirikan Masjid
Maulana
Malik Ibrahim menetap di Gresik sejak 1404 M. Di Gresik Mulana Malik Ibrahim
merasa perlu membuat tempat menimba ilmu bersama. Moel belajar seperti ini yang
kemudian dikenal dengan nama pesantren. Dalam mengajarkan ilmunya, Malik punya
kebiasaan khas yaitu meletakan Al Qur’an atau kitab Hadits diatas bantal.
Karena itu kemudian ia dijuluki sebagai “Kakek Bantal”. Syekh Maulana Malik
Ibrahim seorang walisongo yang dianggap sebagai ayah dari walisongo. Beliau
wafat di Gresik pada tahun 882 H atau 1419 M.[9]
2. Raden
Rahmat (Sunan Ampel)
Raden
Rahmat Ali Rahmatullah adalah cucu raja cempa, ayahnya bernama Ibrahim Asmaira
Kandi yang kawin dengan Puteri Raja Cempa yang bernama Dewi Candra Wulan.
Raden Rahmat ke tanah Jawa langsung ke Majapahit karena
bibinya Dewi Dwar Wati diperistri Raja Brawijaya, dan isteri yang paling
disukainya. Raden Rahmat berhenti di Tuban, di tempat itu beliau berkenalan
dengan dua tokoh masyarakat yaitu Ki Wiryo Sarojo dan Ki Bang Kuning, yang
kemudian bersama kedua orang bersama keluarganya masuk Islam. Dengan adanya dua
orang ini Raden Rahmat semakin mudah mengadakan pendekatan kepada masyarakat
sekitarnya. Beliau tidak langsung melarang mereka yang masih menganut adat istiadat
lama, tapi sedikit demi sedikit, tentang ajaran ketauhidan. Beliau menetap di
Ampel Denta dan kemudian disebut Sunan Ampel. Selanjutnya beliau mendirikan
pesantren tempat putera bangsawan dan pangeran Majapahit serta siapa saja yang
mau berguru kepadanya. Dan beliau wafat pada tahun 1478 M. Dimakamkan di
sebelah Masjid Ampel.
3. Syek
Maulana Ishak (Sunan Giri)
Di
awal abad ke-14 kerajaan Blambangan diperintah oleh Prabu Menak Semboyo, salah
seorang keturunan Prabu Hayam Wuruk dari Kerajaan Majapahit. Raja dan rakyatnya
memeluk agama Hindu dan sebagian memeluk Budha.
Pada
waktu itu kerajaan Blambangan sedang dilanda wabah penyakit, banyak yang
meninggal. Banyak korban berjatuhan dan puteri Prabu juga terserang penyakit
beberapa bulan. Banyak tabib dan dudun mengobati tapi sang puteri belum sembuh
juga. Lalu Prabu Menak mengutus Patih Bajul Senggoro ke Gunung Gresik. Patih
Bajul Senggoro dapat bertemu dengan syekh Maulana Ishak yang sedang bertafakur
di sebuah goa. Setelah terjadi negoisasi bahwa raja dan rakyat mau diajak masuk
Islam maka Syekh Maulana Ishak bersedia datang ke Blambangan. Memang beliau
pandai dalam pengobatan, Puteri Dewi Sekardadu sembuh setelah diobati dan wabah
penyakit lenyap dari wilayah Blambangan. Sesuai janji Sunan Giri dikawinkan
dengan Puteri Dewi Sekardadu dan diberi kekuasaan sebagai adipati Blambangan.
Setelah banyak sekali orang yang berobat dan belajar agama Islam. Kemudian
beliau pindah ke Singapura dan wafat disana.
4. Sunan
Bonang
Nama Alinya adalah
Raden Makdum Ibrahim. Beliau Putera Sunan Ampel. Sunan Bonang terkenal sebagai
Ahli ilmu kalam dan tauhid.
Sekembalinya dari
Persia untuk berguru ke Syeh Maulana Ishak ke tanah jawa, beliau berdakwah
didaerah Tuban. Caranya berdakwah cukup unik dan bijaksana, beliau menciptakan
gending dan tembang yang disukai rakyat. Dan beliau ahli membunyikan gending
yang disebut bonang, sehingga rakyat tuban dapat diambil hatinya untuk masuk
masjid
Beliau membunyikan
bonang rakyat yang mendengar seperti terhipnotis terus melangkah kemasjid
karena ingin mendengar langsung dari dekat. Dengan cara ini sedikit demi
sedikit dapat merebut simpati rakyat, lalu baru menanamkan pengertian
sebenarnya tentang islam.
5. Sunan
Drajad
Nama aslinya adalah
Raden Qasim, beliau adalah pitera sunan ampel dari Dewi Candra wati. Beliau
berdakwah di daerah Derajat, sehingga dikenal dengan Sunan Drajat. Cara
menyebarkan agama Islam dilakukan dengan cara menabuh seperangkat alat
gamelan,gending dan tembang macopat setelah itu baru deberi ceramahIslam. Dan
beliau mendirikan pesantren untuk menyiarkan Islam. Diantara ajaran beliau yang
terkenal adalah
Menehono
teken marang wong wuro
Menehono
mangan maring wong kang luwe
Menehono
busono marang wong kang mudo
Menehono
nginyup marang wong kang kudanan
Beliau wafat pada tahun
1462 M dan dimakamkan didesa Drajad kecamatan Paciran Lamongan.
6. Sunan
Kalijaga
Nama Aslinya adalah
Raden Sahid, beliau Putera Raden Sahur Putera Temanggung Wilatikta Adipati
Tuban.
Raden Said sebenarnya
anak muda yang patuh dan kuat kepada agama dan orang tua, tapi tidak bisa
menerima keadaan sekelilingnya yang terjadi banyak ketimpangan, hingga dia
mencari makanan dari gudangn kadipaten dan dibagikannya kepada rakyatnya. Tapi
ketahuan ayahnya hingga dihukum yaitu tanyannya dicambuk 100 kali sampai banyak
darahnya dan diusir.
Beliaupun mengembara
dan bertemu dengan orang berjubah putih dia adalah Sunan Bonang. Lalu Raden
Sahid diangkat menjadi murid, lalu disuruhnya menunggui tongkatnya didepan kali
sampai berbulan-bulan sampai seluruh tubuhnya berlumut. Maka Raden Sahid
disebut dengan Sunan Kali Jaga.
Beliau dikenal sebagai
seorang yang dapat bergaul dengan segala lapisan masyarakat. Beliau adalah
mubalig keliling. Dengan memanfaatkan kesenian rakyat yang ada beliau dapat
mengumpulkan rakyat untuk kemudian diajak mengenal Islam.Beliau adalah penabuh
gamelan, dalang, menciptakan tembang yang ahli. Kesemuanya itu untuk
kepentingan dakwah dan beliau tidak secara langsung menentang adat istiadat
rakyat, agar mereka tidak lari dari Islam dan enggan mepelajari Islam.
Diantara tembang yang
dikarang beliau adalah Sluku-sluku Bathok dan ilit-ilir:
Sluku-sluku
batok
Bathoke
ela-elu
Siromo
menyang Solo
Leh
olehe-e payung muntho
Tak
Jentik loba-loba
Wong
mati ora ana obah
Yen
obah medeni bocah
Lir
iler-lir iler
Tandure
wes sumilir
Tak
ijo royo royo
tak
sangguh pengenten anyar
cah
angon cah angon
penekno
blingmbing kuwi
lunyu-lunyu
penekno
kanggo
mbasuh dodot iro
dodot
iro dodot isro
kumintir
bedahing pinggir
Dondomono
clumantono
Kanggo
sebo mengko sore
Mumpung
padang rembulane
Mumpung
jembar kalangane
Yo
surak-o
Surak
ho,,,ho,,re,,
7. Sunan
Kudus
Menurut salah satu
sumber beliau adalah putera Raden Utsman yang bergelar Sunan Ngudang dari
Jipang Panolan. Nama aslinya Raden Ja’far Shadiq.
Cara-cara berdakwah
Sunan kudus adlah sebagai berikut:
a. Strategi
pendekatan kepada massa dengan jalan.
-
Membiarkan
adat-istiadat lama yang sulit diubah
-
Menghindarkan
konfrontasi secara langsung dalam menyiarkan agama Islam.
-
Tut Wuri
Handayani
-
Nagian
adat-istiadat yang tidak sesuai dengan mudah diubah langsung diubah
b. Merangkul
masyarakat Hindu seperti larangan menyembelih sapi karena dalam agama Hindu
sapi adalah binatang suci dan keramat.
c. Merangkul
masyarakat Budha
Setelah Masjid, terus
Sunan Kudus mendirikan padasan tempat wudhu dengan pancuran yang berjumlah d
"elapan. Diats pancuran diberi arca kepala kebo Gumarang diatasnya hal ini
disesuaikan dengan ajaran Budha” Jalan
berkelipatan delapan atau asta sunghika marga”
d. Selamatan
mitoni
Biasanya sebelum acara
selamatan diadakan membaca sejarah Nabi.
8. Sunan
Muria
Beliauadlah putera dari
Sunan Kali Jaga dengan Dewi Saroh. Nama aslinya Raden Umar Said, dalam
berdakwah ia seperti ayahnya yaitu menggunakan cara halus, ibarat mengambil
ikan tidak sampai airnya keruh. Itulah cara yang digunakan disekitar Gunung
Muria dalam menyebarkan agama Islam. Sasaran dakwah beliau adalah para
pedagang, nelayan dan rakyat jelata. Beliau adalah satu-satunya wali yang
mempertahankan kesenian gamelan dan wayang sebgai alat dakwah dan beliau pula
yang meciptakan tembang Sinom.Beliau banyak mengisi tradisi Jawa dengan nuansa
Islami seperti nelung dino, mitung dino, nyatus dino dan lain sebagainya.
9. Sunan
Gunung Jati
Orang sepakat bahwa
penyebar agama Islam di Jawa Barat terutama Cirebon adalah Sunan Gunung Jati
yang aslinya adalah Syarif Hidayatulloh.
Di Makkah, Syarifan
Mudain melahirkan anak pertamanya yaitu anak laki-laki yang kemudian diberi
nama Syarif Hidayatullah.
Setelah selesai
menuntut ilmu pada tahun 1470 M dia berangkat ke tanah Jawa untuk mengamalkan
ilmunya. Disana beliau bersama ibunya disambut gembira oleh Pangeran Cakra
Buana. Syarifan Muadain minta agar di izinkan tinggal di Pasumbang Gunung Jati
dan Jalan disana mereka membangun pesantren untuk meneruskan usahanya syekh
Datuk Latif gurunya pangeran Cakra Buana. Oleh karena itu Syarif Hidaytullah dipanggil
Sunan Gunung Jati. Lalui ia dinikahkan dengan puteri Cakra Buana Nyi Pakung
Wati kemudian ia diangkat menjadi pengeran Cakra Buana pada tahun 1479 M,
dengan diangkatnya beliau sebagai pangeran dakwah Islam dilakukan melalui
diplomasi dengan kerajaan lain.
IV.
KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas
dapat diambil kesimpulan bahwa:
1. Masuknya
islam di Jawa sampai sekarang masih menimbulkan hasil telaah yang sangat
beragam. Ada yang mengatakan Islam masuk ke Jawa sebagaimana Islam datang ke
Sumatra yang diyakini abad pertama Hijriyah atau abad ke-7 Masehi.
2. Teori-teori
penyebaran Islam di Jawa
a. Melalui
perdagangan (Arab, Persia dan India)
b. Saluran
Tasawuf
c. Saluran
Pendidikan
d. Saluran
politik
e. Saluran
kesenian
f. Saluran
pernikahan
3. Walisongo
adalah tokoh-tokoh penyebar Islam di Jawa abad berhasil mengkombinasikan
aspek-aspek sekuler dan spiritual dalam memperkenalkan Islam pada masyarakat.
V.
PENUTUP
Demikianlah makalah ini
kami buat, tentunya dalam makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu,
kritik dan saran kami harapkan dari para pembaca, guna memotivasi kami untuk
menjadi lebih baik dalam pembuatan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini
memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Amin, Darori dkk, Islam dan Kebudayaan Jawa,
Yogyakarta: Gama Media, 2000.
Anasom dkk,
Membangun Negara Bermoral, Semarang: Pustaka Rizki Putra dan PPIBJ
IAIN Walisongo, 2004.
Sutrisno, Budiono
Hadi, Sejarah Walisongo Misi Pengislaman di Tanah Jawa, Yogyakarta: Grha Pustaka, 2007.
Syukur, Fatah, sejarah
Peradaban Islam, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009.
BIODATA
SINGKAT PEMAKALAH
I.
NAMA :Imas Dwi
Septianingsih
NIM :103611004
JURUSAN/PRODI :Tadris Fisika
TTL :Banyumas,5
September 1992
PENDIDIKAN :SD
N I Cihonje
SMP N I Gumelar
SMA N I Ajibarang
ALAMAT :Perum
DEPAG, Jl. Sunan Kudus No.3
Tambak Aji, Ngalian
: Cihonje, 03/07 Kec.
Gumelar, Kab. Banyumas
NOMOR TELEPON :085 747 304 447
EMAIL :septiimas@gmail.com
II.
NAMA : Luluk Rohmawati
NIM : 103611009
JURUSAN/PRODI : Tadris Fisika
TTL : Demak, 16
Agustus 1992
PENDIDIKAN : MI NU SALAFIYAH KENDUREN
MTS NU SALAFIYAH KENDUREN
MAN LASEM REMBANG
S-1 Tadris Fisika IAIN WALISONGO Semarang
ALAMAT : Ponpes
Al-Hikmah Tugurejo,Tugu Semarang
Kenduren 04/01 kec. Wedung kab.Demak
NOMOR TELEPON : 085726715214
EMAIL : lulukrohmawati92@yahoo.com
III.
NAMA : Tri Nofiatun
NIM : 103611024
JURUSAN/PRODI : Tadris Fisika
TTL : Purbalingga,
15 Januari 1992
PENDIDIKAN : SD N 3 ADIARSA
SMP N 1 KERTANEGARA
MA N PURBALINGGA
S-1 Tadris Fisika IAIN WALISONGO Semarang
ALAMAT : Perum BPI
Blok J No.30 Kel. Purwoyoso 07/10
Ngaliyan Semarang (Alamat Kos)
: Adiarsa 06/04
Kec.Kertanegara, Purbalingga
NOMOR TELEPON : 085799927347, 087837388865
EMAIL :
Threenovhieangel@rocketmail.com
[1] Fatah Syukur, Sejarah
Peradaban Islam, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009, hlm. 189
[2]
Anasom dkk, Membangun Negara Bermoral, Semarang:
Pustaka Rizki Putra dan PPIBJ IAIN Walisongo, 2004, hlm. 13
[3] Darori Amin dkk, Islam dan
Kebudayaan Jawa, Yogyakarta: Gama Media, 2000, hlm. 27-28
[4]
Anasom dkk, Membangun Negara Bermoral, hlm. 13
[5] Darori Amin dkk, Islam dan
Kebudayaan Jawa, hlm. 31-34
[6]
Budiono Hadi Sutrisno, Sejarah
Walisongo Misi Pengislaman di Tanah
Jawa, Yogyakarta: Grha Pustaka, 2007, hlm. 11-13
[7] Fatah Syukur, Sejarah
Peradaban Islam, hlm. 192-193
[8] Darori Amin dkk, Islam dan
Kebudayaan Jawa, hlm. 224-225
[9]
Budiono Hadi Sutrisno, Sejarah
Walisongo Misi Pengislaman di Tanah Jawa,
hlm. 10-12